CIREBON—Ketua PP Muhammad Saad Ibrahim menggambarkan perbedaan antara Majelis Tabligh dan Lembaga Dakwah Komunitas. Meskipun memiliki fokus pada “menyampaikan” ajaran Islam, namun keduanya beroperasi secara fungsional di wilayah yang berbeda.
“Majelis Tabligh lebih bersifat umum, sementara Lembaga Dakwah Komunitas bersifat konkret dan memainkan peran krusial dalam menembus lapisan-lapisan tertentu dari masyarakat,” tutur Saad dalam acara pembukaan Training of Trainer (ToT) Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah regional II (Jawa dan Bali) yang diselenggarakan pada Jumat (08/12) di Universitas Muhammadiyah Cirebon.
“Objektifikasi sasaran dakwah menjadi kunci,” ujar Saad. Ia menekankan pentingnya menentukan strategi, metode, teknik, dan pendekatan yang sesuai dengan keunikan setiap komunitas. Dalam konteks ini, ia berharap agar Lembaga Dakwah Komunitas dapat menghasilkan naskah-naskah berupa pemahaman mendalam tentang dakwah komunitas, yang dianggapnya sebagai warisan berharga yang dapat memberikan panduan untuk generasi selanjutnya.
Menggarisbawahi pentingnya pendekatan ilmu pengetahuan, Saad mendorong agar Lembaga Dakwah Komunitas memanfaatkan kebijaksanaan dalam menyusun strategi. Ia memberikan contoh pendekatan yang berbeda antara komunitas jalanan dan komunitas dunia selebritis, dengan tujuan untuk merancang strategi yang sesuai dengan keunikan dan kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat.
“Bagaimana LDK ini bisa masuk dengan pendekatan pengetahuan, strategi, yang sudah dipikirkan. Walaupun hidayah itu dari Allah, tapi ikhtiar kita harus menjangkau ke lapisan-lapisan tertentu dari masyarakat kita,” tutur Saad.
Dengan visi jangka panjang, Saad menegaskan harapannya agar dalam waktu setahun, Lembaga Dakwah Komunitas dapat menghasilkan kajian yang mendalam mengenai pendekatan dan strategi dakwah. Pemahaman yang luas dan mendalam terhadap realitas sosial menjadi kunci dalam mengembangkan peradaban Islam di Indonesia.