Oleh : Dr. Suhardin, S. Ag., M. Pd., LDK PP Muhammadiyah
Allah SWT sangat menyangi manusia dan segenap ciptaan-Nya. Selain diberikan nikmat, karunia dan fasilitas yang banyak, komplek, lengkap dan utuh, juga diberikan panduan, pedoman, rujukan untuk manusia yang telah diberikan Allah. Manusia memilik tugas sebagai khalifah, penjaga dan pemelihara ciptaan Allah SWT. Pedoman dan panduan disampaikan langsung oleh utusan-Nya dengan memilih dari kaum dan bangsa yang akan diberikan petunjuk tersebut.
Ribuan Nabi dan Rasul yang diutus langsung oleh Allah SWT kepada manusia sesuai dengan bahasa dan tabiat pada bangsa tertentu di muka bumi ini. Wajib diketahui ada dua puluh lima, diakhiri oleh Nabi Muhammad SAW. Pasca Nabi Muhammad SAW tidak ada yang diangkat oleh Allah SWT menjadi Nabi dan Rasul. Kalaupun ada yang mengaku itu namanya Nabi Palsu, yang perlu diluruskan dan disuruh bertaubat kepada Allah SWT.
Sekalipun tidak ada yang diangkat menjadi Nabi dan Rasul, tetapi para ulama adalah pewaris Nabi Muhammad SAW. Bertugas melaksanakan dakwah Islam ke tengah-tengah masyarakat untuk menyampaikan risalah pencerahan. Untuk mengantarkan hidayah keislaman kepada segenap manusia yang ia jumpai, melakukan pencerahan kepada manusia yang ia temui untuk memiliki pikiran dan pemahaman keberagamaan yang benar. Menanamkan ketauhidan, membimbing peribadatan dan menuntun perilaku kebaikan dalam berhubungan dengan manusia dan segenap makhluk yang sudah diciptakan Allah SWT.
Memberikan pemahaman keagamaan kepada segenap manusia dibutuhkan jalinan komunikasi yang baik dan mengesankan. Komunikasi yang efektif tentu dengan pilihan kata yang benar dan tepat, gesture, mimic dan isyarat yang mengesankan dan dipahami secara benar dan tepat oleh segenap komunikan yang berinteraksi dengan sang ulama, mubnalligh dan da’i tersebut.
Bahaya Bahasa yang Tidak Tepat dalam Dakwah
Pilihan bahasa yang tepat dan benar, jelas tidak memberikan kesan pembulian, penghinaan dan persekusi kepada audiens yang tengah berinteraksi dengan si ustad tersebut. Kalau hal ini terjadi tentu akan ada resistensi dari lawan komunikasi tersebut sebagai pembelaan terhadap harga dirinya, termasuk juga advokasi dari netizen yang tengah mendengarkan dan menyaksikan perilaku sang ustad dalam menyampaikan diksi dan narasi yang menyinggung personal lawan komunikasinya.
Inilah yang tengah dialami oleh seorang ustad yang terbiasa menggunakan bahasa vulgar, kasar, pelecehan, penghinaan dan pembulian kepada audiens yang kecil dan tidak bernasib baik seperti sang ustad tersebut, tetapi pada akhirnya dengan sikap tidak menerima perlakukan tersebut, mendapatkan apresiasi, dukungan, dan pembelaan dari netizen atas perlakuan yang tidak pada tempatnya tersebut.
Bahasa dakwah jelaslah bahasa yang bersifat apresiatif, edukatif, komunikatif, dan informatif. Apresiatif, bahasa yang digunakan bersifat membujuk, mendekati, mengajak, bukan memaksa dan meledek. Edukatif, memberikan pembelajaran, pembimbingan, pemahaman, untuk merangsang alam pikiran sehingga mengalami pencerahan dengan basis utama pada sumber ajaran Islam. Komunikatif, bahasa yang mudah dimengerti oleh audiens sesuai dengan latar belakang sosial, budaya, dan pendidikan mereka. Informatif, pesan yang disampaikan langsung kepada audiens, dengan bahasa yang terang dan jelas, tidak menyinggung perasaan audience secara personal dan sosial.