Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, di mana setiap Muslim berlomba-lomba dalam meningkatkan ibadah dan ketakwaan. Jika diibaratkan sebagai sebuah kompetisi atau event gowes, Ramadan membutuhkan endurance, konsistensi, fokus, serta kesiapan mental dan fisik. Setiap kayuhan pedal mencerminkan perjalanan spiritual menuju Allah.
Sebagian orang barangkali ada mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan latihan yang hasilnya akan diaplikasikan pada bulan-bulan lainnya. Namun, dalam perspektif goweser, justru Ramadan adalah event atau kompetisi utama. Sedangkan bulan-bulan lain adalah waktu untuk berlatih agar mendapatkan hasil maksimal dalam berlombaan kebaikan di bulan Ramadan. Hal ini dapat dilihat dari ciri-cirinya. Pada umumnya, sebuah pertandingan atau event memiliki rentang waktu tertentu, aturan, poin atau penilaian, diskualifikasi, dan hadiah. Semua elemen ini ada dalam bulan Ramadan.
Misalnya, waktu pertandingan sudah ditentukan, yaitu berpuasa mulai 1 Ramadan hingga berakhir pada 1 Syawal. Aturannya juga jelas, yaitu tidak boleh makan dan minum dari fajar hingga maghrib serta menghindari segala hal lainnya yang membatalkan puasa. Ada pula sistem poin berupa pahala bagi mereka yang memperbanyak ibadah dan meninggalkan maksiat. Bahkan ada juga diskualifikasi, bagi yang melanggar aturan dengan batalnya puasa dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan. Dan yang paling dinantikan adalah reward atau hadiah, berupa pahala berlipat ganda, lailatul qadr yang lebih baik dari seribu bulan, dan kehormatan terbesar di akhirat, yaitu bertemu dengan Allah SWT.
Jika kita mengambil contoh dari dunia balap sepeda internasional seperti Tour de France, ada ciri khas dalam penggunaan jersey yang mencerminkan pencapaian masing-masing peserta. Ada yellow jersey untuk pemimpin klasemen yang kemudian dinobatkan sebagai juara utama. Kemudian ada green jersey yang diberikan kepada juara sprint atau peraih poin terbanyak. Selain itu ada juga polkadot jersey untuk King of Mountain atau sang raja tanjakan. Setiap cyclist atau goweser memiliki spesialisasi.
Demikian halnya dengan Ramadan, setiap orang memiliki spesialisasi ibadahnya masing-masing. Ada yang fokus pada puasa itu sendiri, yang tidak sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjaga diri dari segala hal yang bisa mengurangi pahala. Ada yang memilih menjadi “raja tanjakan” dengan memperbanyak shalat malam, membaca Al-Qur’an, dan beritikaf di masjid. Namun, ada pula yang berperan sebagai “sprinter,” memperbanyak sedekah dan amal sosial. Bahkan ada yang memilih menjadi “domestique,” goweser yang mungkin tidak terlihat menonjol, tetapi bekerja keras membantu orang lain agar mereka bisa mencapai garis finis dengan baik. Sebagaimana sabda Rasulullah:
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani)
Endurance: Konsistensi dalam Beribadah
Dalam bersepeda jarak jauh, endurance atau ketahanan merupakan hal yang paling penting agar perjalanan dapat diselesaikan tanpa kelelahan yang berlebihan. Begitu pula dengan Ramadan, endurance dalam menjalankan ibadah menjadi kunci keberhasilan agar mencapai kemenangan. Konsistensi dalam shalat, puasa, zakat, sedekah, tadarus, serta berbagai amalan lainnya perlu dijaga hingga garis finis Ramadan, bukan hanya di awal bulan ketika semangat masih menggelora.
Pace: Fokus pada Amal Ibadah Pribadi
Setiap goweser memiliki pace atau ritme kecepatannya masing-masing. Memaksakan diri mengikuti pace orang lain bisa berakibat kelelahan atau bahkan gagal menyelesaikan perjalanan. Ramadan pun demikian. Setiap orang memiliki kapasitas spiritualnya masing-masing. Yang terpenting adalah meningkatkan kualitas amal ibadah sesuai dengan kemampuan diri tanpa terpengaruh oleh orang lain. Fokus pada perjalanan spiritual sendiri lebih penting daripada membandingkan diri dengan orang lain yang mungkin terlihat lebih cepat atau lebih banyak amalnya.
Safety: Prinsip Taqwa dalam Kehidupan
Dalam bersepeda, keselamatan adalah hal utama. Memakai helm, menjaga keseimbangan, dan mengikuti aturan lalu lintas adalah bentuk kehati-hatian agar selamat sampai tujuan. Demikian pula dengan Ramadan yang bertujuan menjadikan kita pribadi bertakwa, yaitu pribadi yang memegang prinsip kehati-hatian dalam menjalani kehidupan. Kita harus berhati-hati dalam berpikir, berbicara, bertindak, dan berinteraksi agar tidak merusak puasa dengan hal-hal yang mengurangi nilai ibadah. Goweser harus betul-betul memperhatikan keselamatan. Jangan sampai karena terburu-buru berakibat crash atau mengalami kecelakaan. Begitu juga dengan amal ibadah dalam bulan Ramadan harus mengikuti petunjuk yang telah diberikan, baik dalam kitab suci Al Quran maupun Sunnah Nabi. K.H. Ahmad Dahlan pernah berpesan, sebagaimana dalam buku yang ditulis oleh K.H.R Hadjid, “Lengah, kalau sampai telanjur terus-menerus lengah, tentu akan sengsara di dunia dan akhirat. Maka dari itu jangan sampai lengah. Kita harus berhati-hati. Sedangkan orang yang mencari kemuliaan di dunia saja, kalau hanya seenaknya, tidak bersungguh-sungguh, tidak akan berhasil. Apalagi mencari keselamatan dan kemuliaan di akhirat. Kalau hanya seenaknya, sungguh tidak akan berhasil.”
Manajemen Waktu: Tidak Melewati Cut Off Time
Dalam long ride atau bersepeda jarak jauh, setiap pesepeda harus memperhatikan waktu agar tidak terkena cut off time atau batas waktu yang ditentukan. Ramadan juga mengajarkan kita untuk disiplin dalam memanfaatkan waktu, mulai dari berbuka tepat waktu, bangun sahur, hingga mengoptimalkan waktu malam untuk ibadah. Termasuk mengoptimalkan amalan seperti bersedekah, membayar zakat, dan membantu orang yang sedang kesulitan. Jangan sampai kesempatan emas di bulan yang penuh keberkahan ini terlewat begitu saja.
Mengurangi Beban: Mempermudah Perjalanan Ibadah
Saat gowes jarak jauh, membawa terlalu banyak barang bisa memberatkan dan menghambat perjalanan. Prinsip yang sama berlaku dalam Ramadan. Mengurangi konsumsi makanan berlebihan, menjaga pola makan sehat, serta mengurangi kebiasaan yang tidak bermanfaat dapat membuat tubuh lebih ringan dan ibadah lebih lancar. Dengan mengurangi beban duniawi, ibadah dapat dijalankan dengan lebih mudah dan maksimal.
Kemandirian: Tidak Bergantung pada Orang Lain
Dalam perjalanan panjang, seorang pesepeda harus siap menghadapi berbagai kendala, seperti ban bocor atau rantai putus. Kemampuan untuk mengatasi masalah sendiri tanpa terlalu bergantung pada orang lain sangat diperlukan. Begitu juga dalam Ramadan, setiap individu dituntut untuk lebih mandiri dalam ibadah, tidak selalu menunggu ajakan atau dorongan orang lain untuk shalat malam, membaca Al-Qur’an, atau berinfak. Kemandirian ini menjadi bukti kedewasaan spiritual seseorang.
Finis dan Podium: Menuju Kemenangan di Hari Raya
Setiap pesepeda memiliki tujuan akhir yang ingin dicapai, baik itu garis finis dalam perlombaan maupun destinasi dalam perjalanan panjang. Ramadan juga memiliki garis finis yang ingin dicapai, yaitu kemenangan di Hari Raya Idul Fitri dengan predikat muttaqin (orang yang bertakwa). Beruntung lagi jika dapat menaiki podium dan mendapatkan penghargaan tertinggi, yaitu meraih lailatul qadr.
Perjalanan ini penuh tantangan, tetapi dengan endurance, disiplin, fokus, serta semangat untuk terus maju, In Syaa Allah kemenangan sejati dapat diraih. Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga perjalanan spiritual layaknya long ride yang menuntut ketahanan, kesabaran, dan kedisiplinan. Setiap kayuhan pedal mengajarkan bahwa gowes dapat digunakan sebagai perspektif filosofis dalam memandang bulan Ramadan sebagai sebuah perjalanan yang membutuhkan perjuangan, namun menjanjikan kebahagiaan di garis finis. Mari jadikan Ramadan sebagai kompetisi gowes menuju takwa, agar tujuan akhir dapat dicapai dengan selamat dan penuh keberkahan.
Oleh: Miqdam A. Hashri, M.Si
– Lembaga Dakwah Komunitas PP Muhammadiyah
– Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
– Cycling Enthusiast