LDKMUH.OR.ID, Tebo – Di sudut terjauh Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, gema dakwah Muhammadiyah menembus belantara hingga Suku Anak Dalam. Melalui tangan-tangan tangguh kadernya, Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengukir jejak pengabdian di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) — tempat di mana tantangan menjadi teman sehari-hari.
Salah satu kader itu adalah Muhammad Iqbal, alumni Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Bersama LDK, ia memikul amanah besar, menghadirkan cahaya Islam dan misi pencerahan di tengah komunitas Suku Anak Dalam, suku asli yang telah lama hidup di pedalaman Jambi.
Lebih dari sebulan Iqbal menjalankan pengabdian. Bersahabat dengan jalan rusak, ketiadaan sinyal, dan krisis listrik, semangatnya tetap membara.
“Prinsip saya, kalau enggak betah harus dibikin betah. Kalau enggak nyaman harus dibuat nyaman. Kalau enggak kuat, ya harus kuat,” ucap Iqbal penuh keyakinan, Senin (7/4/2025).

Menembus Belantara dan Lumpurnya Pedalaman Jambi
Keberangkatan Iqbal ke pedalaman Jambi bukan aksi pribadi, melainkan bagian dari program strategis LDK Muhammadiyah yang menyasar wilayah 3T. Dengan dukungan dana, logistik, dan bimbingan dari LDK PP Muhammadiyah dan Lazismu, para dai muda seperti Iqbal berangkat untuk mendampingi masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari akses dakwah dan pendidikan.
Dalam misinya, Iqbal bersama Zein, dai senior Muhammadiyah yang telah lama berkhidmat di wilayah tersebut. Bersama, mereka membangun rumah sederhana yang menjadi pos dakwah sekaligus tempat tinggal.
“Sempat ada teman yang lihat fotonya, komentar, ‘Mirip kandang kambing,’” kenang Iqbal seraya tersenyum. “Tapi insyaallah, sudah layak dan cukup nyaman.”
Tantangan daerah 3T benar-benar menguji. Akses internet hampir tak ada. Listrik kerap mati berhari-hari. Jalanan desa saat hujan berubah jadi lintasan lumpur yang tak ramah kendaraan.
“Kalau hujan, jangan harap bisa sampai pakai motor. Dipaksa naik tanjakan malah mundur,” ujarnya.

Namun, justru di balik kerasnya medan dakwah itulah LDK Muhammadiyah hadir sebagai solusi nyata. LDK tidak hanya menempatkan dai, tapi juga membangun koneksi sosial, memberdayakan masyarakat, dan memperkuat ketahanan spiritual umat di wilayah pinggiran. Program ini bukan sekadar ceramah, melainkan dakwah kultural — merangkul, mendengar, dan menemani masyarakat dalam keseharian mereka.
“Bagi saya, dakwah itu hadir di tengah umat. Merasakan penderitaan mereka adalah bagian dari perjuangan. Ini adalah dakwah yang saya yakini dan LDK Muhammadiyah buktikan,” tegas Iqbal mantap.
LDK Muhammadiyah menunjukkan bahwa cahaya Islam tak boleh hanya bersinar di kota besar. Justru di ujung negeri, di tengah keterbatasan, dakwah menemukan makna sejatinya.
Reporter : Najihus Salam