“Kusabab dilarang sakola, lamun sakola bisa jadi pinter, lamun pinter bisa minteran batur. Contona kiwari nagara urang keur acak, eta anu nyieun acak, jalma anu palalinter.”_
(“Yang menyebabkan adat melarang warganya bersekolah, jika sekolah maka ia bisa pintar, jika pintar, ia dapat membodohi/menipu orang lain”).
Demikian gugatan atas budaya kesukuan anti-sekolah oleh Kasja.
Pemuda Baduy itu memberontak dengan cara bersekolah setinggi mungkin. Hingga akhirnya, ia jadi sarjana pertama, sarjana hukum pertama, dan sarjana hukum muslim pertama dari Suku Baduy.
Tahun 1990 Kasja dan keluarganya ikut bersyahadat secara massal bersama 155 warga Baduy lainnya. “Terus terang waktu itu hanya ikut-ikutan,” ungkapnya.
Untuk menguatkan keislamannya, ia pada 1992 mondok di Ponpes Darussalam, Ciamis.
Alasannya, ingin mencari wawasan dan pendidikan lebih.
Selesai menempuh pendidikan, Kasja merasa bertanggung jawab untuk membina umatnya.
Pernah ada da’i yang membersamai, tapi kemudian pergi entah kemana. Memang tak banyak da’i yang mampu bertahan di Baduy, walau banyak mualaf yang masih membutuhkan bimbingan.
Akhirnya, Kasja memulai berdakwah, dan hingga kini sudah 15 tahun mengabdi di Baduy.
Tak hanya di kampungnya, Kasja juga mendakwahi kampung lain seperti Desa Kompol, Ciwahayu, dan Desa Sukatani. Demi melebarkan sayap dakwah Islam, ia lakoni terus jauhnya perjalanan bersama motor tuanya.
Hidup sederhana jadi pilihan hidupnya, tanpa penerangan listrik dan tinggal di rumah berdinding anyaman tak jadi keluhan. Betapa mulianya keikhlasan para da’i membersamai dan membina masyarakat mualaf. Mari dukung terus dakwah Ustadz Kasja dan ratusan da’i lainnya dengan doa dan ZIS Anda.