LDKMUH.OR.ID, Jakarta — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015, Prof. Din Syamsuddin, menekankan pentingnya gerakan dakwah yang lebih spesifik dan terarah dalam menyasar kelompok tertentu, sesuai dengan dinamika dan keragaman yang dihadapi umat Islam dan bangsa Indonesia. Hal tersebut disampaikan dalam acara Silaturahim Nasional (Silatnas) Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) PP Muhammadiyah pada Selasa (12/11) di Jakarta.
Menurut Din, Gerakan Jamaah, Dakwah Jamaah (GJDJ) yang dibangun Muhammadiyah adalah respons terhadap situasi sosial dan keragaman umat. GJDJ, kata Din, merupakan langkah kritis agar dakwah Muhammadiyah tidak berjalan “mengambang” atau tanpa arah yang jelas, namun justru lebih menyasar kelompok masyarakat yang paling membutuhkan perhatian.
“Dakwah Muhammadiyah harus bisa menjangkau kelompok-kelompok rentan, seperti buruh, petani, dan nelayan. Ini menjadi fokus penting untuk memastikan bahwa dakwah kita tepat sasaran dan relevan dengan kondisi mereka,” ungkap Din.
Menanggapi Keragaman dengan Dakwah Inklusif
Sebagai organisasi sosial keagamaan, Muhammadiyah tidak bisa mengabaikan peran penting jemaah dalam gerakan dakwahnya. Din menjelaskan bahwa Muhammadiyah tumbuh dan berkembang berkat adanya jemaah, dan melalui jemaah tersebutlah gerakan dakwah dapat terus berjalan. Dalam konteks ini, Muhammadiyah mengaktualisasikan dakwah melalui berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) seperti sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial lainnya.
Namun, Din juga menyoroti masih minimnya gerakan dakwah Muhammadiyah di tingkat akar rumput yang bisa mengakomodasi kondisi sosial dan budaya lokal. “Dakwah kita masih sering terkesan kurang kontekstual dengan situasi dan budaya setempat,” ujar Din. Ia mendorong para dai Muhammadiyah untuk lebih fleksibel dalam pendekatan dakwah, tanpa kehilangan esensi ajaran Islam yang rahmatan lil-alamin, atau kasih sayang bagi seluruh umat.
Dakwah Inklusif dan Perhatian pada Mualaf
Din memberikan contoh gerakan dakwah inklusif Muhammadiyah di kawasan Indonesia Timur, khususnya di Universitas Muhammadiyah Kupang, yang mayoritas mahasiswanya adalah non-Muslim. Meskipun demikian, mahasiswa di sana tetap merasa nyaman berinteraksi dengan Muhammadiyah, yang menunjukkan penerimaan dan kerukunan tanpa diskriminasi agama.
“Contoh seperti ini harus terus diperbanyak. Kita harus bisa menunjukkan bahwa dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang membawa kedamaian, tanpa kekerasan atau pemaksaan,” tegas Din.
Selain itu, Din juga menyoroti kebutuhan untuk memberikan perhatian lebih serius terhadap komunitas muallaf, yang kini jumlahnya semakin banyak. Menurutnya, meskipun banyak muallaf yang baru memeluk Islam, mereka sering kali tidak mendapatkan pembinaan yang memadai. Din mendorong LDK untuk membentuk ikatan yang kuat dengan saudara-saudara baru ini, agar mereka merasa diterima dan tidak terabaikan.
“Muhammadiyah jangan datang dengan api membakar, dengan batu melempar, tapi dakwah harus dipikirkan secara matang,” ujarnya.
Din juga mengingatkan bahwa dakwah yang terstruktur harus didukung oleh penelitian yang mendalam. Hal ini penting agar potensi besar Muhammadiyah dalam menggerakkan masyarakat dapat dimanfaatkan secara maksimal dan tepat sasaran. “Kita harus bisa merespon keragaman dengan dakwah yang lebih terencana, dan didasarkan pada pemahaman yang kuat tentang kondisi sosial masyarakat,” tambahnya.
Sebagai penutup, Din mengajak seluruh dai Muhammadiyah untuk terus meneguhkan komitmen dalam membangun dakwah yang penuh hikmah, dengan memperhatikan keragaman sosial yang ada di Indonesia.
Editor : Najihus Salam